Tropes dalam Fiksi: Klise yang Membosankan atau Formula Sukses?

Apakah Tropes dalam Fiksi Itu Klise atau Justru Kebutuhan?

Pengantar

Dalam dunia sastra dan fiksi, tropes atau pola cerita yang sering digunakan kerap kali memicu perdebatan di antara pembaca dan penulis. Sebagian menganggapnya sebagai elemen klise yang mencerminkan kurangnya orisinalitas, sementara yang lain melihatnya sebagai fondasi penting dalam membangun cerita yang menarik dan mudah diikuti. Namun, apakah tropes benar-benar merupakan bentuk kemalasan penulis, atau justru kebutuhan yang tidak terhindarkan dalam fiksi?

Memahami Tropes dalam Fiksi

Tropes adalah elemen naratif yang sering kali muncul dalam berbagai karya fiksi. Beberapa tropes yang paling dikenal meliputi:

  • Enemies-to-Lovers: Hubungan yang berawal dari kebencian sebelum berkembang menjadi cinta.

  • Love Triangle: Kisah cinta segitiga yang menambah kompleksitas hubungan karakter.

  • Chosen One: Tokoh utama yang memiliki takdir besar untuk menyelamatkan dunia.

  • Secret Royalty: Karakter yang ternyata adalah anggota keluarga kerajaan yang tersembunyi.

  • Redemption Arc: Perjalanan seorang karakter dari kejahatan menuju penebusan.

Tropes ini tidak hanya terbatas pada genre tertentu tetapi tersebar luas dalam berbagai jenis cerita, mulai dari roman hingga fantasi dan thriller.

Tropes sebagai Klise: Kritik dan Tantangan

Banyak kritikus sastra berpendapat bahwa penggunaan tropes yang berlebihan dapat membuat cerita terasa datar dan dapat ditebak. Klise yang digunakan tanpa variasi cenderung mengurangi daya tarik sebuah cerita karena pembaca sudah mengetahui arah plot sejak awal.

Beberapa contoh kasus yang sering disorot adalah:

  • Twilight (Stephenie Meyer): Love triangle antara Bella, Edward, dan Jacob sering dikritik karena dianggap sebagai formula cinta segitiga yang terlalu umum.

  • The Hunger Games (Suzanne Collins): Meskipun memiliki plot kuat, banyak yang merasa trope Chosen One dalam diri Katniss Everdeen membuatnya serupa dengan banyak karakter protagonis dalam novel dystopian lainnya.

  • Fifty Shades of Grey (E.L. James): Hubungan antara Anastasia dan Christian dikritik karena mengikuti pola billionaire romance yang terlalu repetitif dan kurang inovatif.

Tropes sebagai Kebutuhan: Kreativitas dalam Pola yang Familiar

Disisi lain, banyak penulis dan akademisi sastra berpendapat bahwa tropes bukan sekadar klise, melainkan alat yang dapat diolah dengan kreatif untuk menciptakan cerita yang tetap segar dan menarik. Tropes memberikan kerangka kerja bagi penulis untuk membangun cerita yang relatable tanpa harus menciptakan dunia dari nol.

Beberapa karya yang berhasil mengolah tropes dengan cerdas antara lain:

  • Pride and Prejudice (Jane Austen): Menggunakan trope Enemies-to-Lovers, namun dengan pengembangan karakter yang mendalam dan kritik sosial yang tajam.

  • The Great Gatsby (F. Scott Fitzgerald): Mengandung trope Tragic Love, tetapi dikemas dengan kritik terhadap dekadensi sosial di era 1920-an.

  • Dune (Frank Herbert): Memanfaatkan trope Chosen One tetapi dengan pendekatan yang lebih filosofis dan politik yang kompleks.

Catatan Penulis: Mengolah Tropes dalam Barbie's Bodyguard

Sebagai penulis, saya memahami tantangan dan potensi dalam menggunakan tropes. Dalam novel saya, Barbie's Bodyguard, saya memanfaatkan trope bodyguard romance yang sering ditemukan dalam fiksi romantis. Namun, alih-alih mengikuti pola klasik, saya menambahkan unsur thriller dan psikologi karakter yang lebih mendalam untuk menciptakan ketegangan yang berbeda dari karya serupa.

Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa trope yang digunakan tidak terasa seperti sekadar pengulangan dari karya lain. Untuk itu, saya menggali latar belakang psikologis karakter dan memperkuat dinamika hubungan mereka agar lebih kompleks dan bermakna.

Kesimpulan: Tropes Bukan Masalah, Eksekusinya yang Menentukan

Tropes dalam fiksi tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti penggunaannya selalu mengarah pada klise yang membosankan. Yang membedakan karya luar biasa dari yang biasa adalah bagaimana penulis mengolah trope tersebut dengan cara yang segar dan unik. Dengan kreativitas dan eksekusi yang baik, tropes justru bisa menjadi kekuatan utama dalam membangun cerita yang tak terlupakan.

Referensi

  1. Hutcheon, Linda. A Theory of Adaptation. Routledge, 2012.

  2. Cawelti, John G. The Six-Gun Mystique Sequel. Bowling Green State University Popular Press, 1999.

  3. Eco, Umberto. Six Walks in the Fictional Woods. Harvard University Press, 1994.

  4. Wattpad HegaEca. Barbie's Bodyguard.

  5. James, Henry. The Art of Fiction. 1884.

  6. Austen, Jane. Pride and Prejudice. 1813.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN: Gadis Porselen Dibalik Jeruji Besi

Apakah Karakter Sempurna Itu Membosankan? Ini Faktanya!